AL-WALA` DAN AL-BARA`
(Sikap loyal dan berlepas diri)
146: Sikap loyal kepada non muslim (orang kafir) yang menyebabkan
kufur.
Pertanyaan: Apakah batasan sikap loyal yang pelakunya menjadi kafir dan
mengeluarkannya dari agama? Di mana kami mendengar bahwa siapa yang
makan bersama orang musyrik, atau duduk bersamanya, atau mengambil
cahayanya, sekalipun menajamkan pena untuk mereka, atau memberikan tinta
untuk mereka maka ia seorang musyrik. Sering kali kami bergaul bersama orang
Yahuni dan Kristen sebagai dampak bersama-sama berada di satu tempat.
Apakah batasan loyalitas yang mengeluarkan dari agama? Apakah nama kitab
yang menjelaskan hal itu secara terperinci? Apakah loyalitas termasuk syarat
laailaaha illallah?
Jawaban: Sikap kepada orang kafir yang menjadi kafir dan orang yang
loyal kepada mereka adalah: mencintai dan menolong mereka untuk melawan
kaum muslimin, bukan semata-mata bergaul bersama mereka secara adil, dan
bukan pula berinteraksi langsung dengan mereka untuk mengajak mereka
kepada Islam, dan bukan pula duduk bersama dan Safar kepada mereka untuk
menyampaikan dan menyebarkan Islam.
Wabillahif taufiq. Shalawat dan Salam semoga tetap tercurah kepada nabi
kita Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Fatawa lajnah daimah untuk riset ilmu dan fatwa (2/47).
4
147. Pengertian al-Wala` dan al-Bara` (Syaikh Bin Baz)
Pertanyaan: diharapkan kepada Syaikh untuk menjelaskan pengertian alwala
dan al-Bara`, untuk siapakah? Apakah boleh bersikap wala (loyal) kepada
orang kafir?
Jawaban: al-Wala` dan al-Bara` maksudnya adalah: mencintai orang-orang
yang beriman dan loyal kepada mereka, membenci orang-orang kafir dan
memusuhi mereka, berlepas diri dari mereka dan dari agama mereka. inilah
pengertian wala` dan bara`, seperti firman Allah SWT dalam surat al-
Mumtahinah:
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum
mereka:"Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu
sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan
kamu permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kamu beriman
kepada Allah saja. (QS. al-Mumtahinah: 4)
Membenci dan memusuhi mereka bukan berarti engkau berbuat zalim atau
melakukan tindakan melewati batas terhadap mereka apabila mereka bukan
kafir harbi (musuh dalam perang). Namun maksudnya adalah: bahwa engkau
membenci dan memusuhi mereka di dalam hatimu dan mereka bukan
sahabatmu. Akan tetapi engkau tidak boleh menyakiti, mengganggu dan
menzalimi mereka. apabila mereka memberi salam maka jawablah, memberi
nasehat dan mengarahkan mereka kepada kebaikan, sebagaimana firman Allah
SWT:
Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara
yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim diantara mereka, (QS. al-
'Ankabut:46)
Ahli kitab adalah yahudi dan nashrani, dan demikian pula selain mereka dari
kaum kafir yang mendapat jaminan keamanan atas perjanjian atau jaminan.
Akan tetapi siapa yang berbuat zalim dari mereka, maka ia dibalas sesuai
perbuatan zalimnya. Dan jika tidak demikian, maka yang disyari'atkan bagi
seorang mukmin adalah berdebat dengan yang paling baik bersama kaum
muslimin dan orang kafir disertai membenci mereka karena Allah SWT
berdasarkan ayat di atas, dan berdasarkan firman Allah SWT:
Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. (QS.an-Nahl125)
Maka ia (seorang muslim) tidak boleh melakukan tindakan melewati batas dan
berbuat zalim kepada mereka disertai kebencian kepada mereka dan memusuhi
mereka karena Allah SWT. Dan disyari'atkan kepadanya mengajak mereka
kepada agama Allah SWT, mengajar dan menunjukkan mereka kepada
kebenaran. Semoga Allah SWT memberi petunjuk kepada mereka kepada jalan
kebenaran, dan tidak ada larangan bersedekah dan berbuat baik kepada mereka,
berdasarkan firman Allah SWT:
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir
kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil. (QS. al-Mumtahinah:8)
6
Dan berdasarkan riwayat dalam Shahihain, dari Nabi Muhammad SAW bahwa
beliau menyuruh Asma` binti Abu Bakar R.A agar melakukan silaturrahim
kepada ibunya padahal dia kafir, di saat perdamaian Hudaibiyah yang terjadi di
antara nabi Muhammad SAW dan penduduk Makkah.
Syaikh bin Baz rahimahullah –Majmu' Fatawa wa maqalah mutanawwi'ah
(5/246-247).
148. Pengertian al-Wala` dan al-Bara` (Syaikh Ibn 'Utsaimin)
Pertanyaan: Kami mengharapkan penjelasan al-Wara dan al-Bara`?
Jawaban: al-Bara` dan al-wala kepada Allah SWT adalah bahwa manusia
berlepas diri dari segala hal yang Allah SWT berlepas diri darinya, sebagaimana
firman Allah SWT:
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum
mereka:"Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu
sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan
kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya…, (QS. al-Mumtahanah:4)
Dan ini bersama kaum musyrikin, sebagaimana firman Allah SWT:
Dan (inilah) suatu pemakluman dari Allah dan Rasul -Nya kepada manusia
pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul -Nya berlepas diri
dari orang-orang musyirikin. (QS. at-Taubah:3)
7
Setiap orang yang beriman wajib berlepas diri dari setiap orang musyrik dan
kafir, Ini pada setiap pribadi.
Demikian pula wajib setiap muslim berlepas diri dari setiap amal
perbuatan yang tidak menyebabkan keridhaan Allah SWT dan rasul-Nya SAW,
sekalipun bukan kafir seperti fasik dan maksiat, sebagaimana firman Allah SWT:
tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman
itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekefiran, kefasikan
dan kedurhakaan.Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,
(QS. al-Hujuraat:7)
Apabila ada seorang mukmin yang memiliki iman dan melakukan maksiat, maka
kita wala` kepadanya terhadap imannya dan membencinya karena maksiatnya,
dan ini berlaku dalam kehidupan kita. Terkadang engkau mengambil obat yang
rasanya tidak disukai dan engkau membenci rasanya, Namun demikian engkau
tetap menyukainya karena padanya ada obat untuk mengobati sakit.
Sebagian orang ada yang membenci mukmin yang maksiat melebihi
kebenciannya terhadap orang kafir, ini termasuk aneh dan termasuk
memalingkan hakikat. Orang kafir adalah musuh Allah SWT, rasul -Nya SAW
dan kaum mukminin, dan kita harus membencinya sepenuh hati kita:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh -Ku dan
musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka
(berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; (QS. al-Mumtahanah:1)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah
pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan
mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim. * Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya
(orang-oang munafik) bersegera mendekati mereka (yahudi dan Nasrani), seraya
berkata:"Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan
mendatangkan kemenangan (kepada Rasul -Nya), atau sesuatu keputusan dari
sisi -Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka
rahasiakan dalam diri mereka. (QS.al-Maidah:51-52)
Orang-orang kafir tersebut tidak pernah senang terhadapmu kecuali
setelah mengikuti agama mereka dan menjual agamamu:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga
kamu mengikuti agama mereka.. (QS.al-Baqarah:120)
Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan
kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, (QS. al-Baqarah:109)
Ini dalam semua jenis kufur: juhud, ingkar, mendustakan, syirik, ilhad
(membangkang).
9
Adapun amal perbuatan, maka kita berlepas diri dari setiap perbuatan
yang diharamkan. Kita tidak boleh menyukai amal perbuatan yang diharamkan
dan tidak boleh pula melakukannya. Dan seorang mukmin yang bermaksiat, kita
berlepas diri dari amal perbuatannya akan tetapi kita bersikap wala` kepadanya
dan mencintainya karena imannya.
Syaikh Bin Utsaimin rahimahullah- Majmu' durus fatawa al-Haramil Makki.